KomnasAnak.com,
NASIONAL - Dunia pendidikan Indonesia sedang diguncah dengan berbagai
masalah. Saking banyaknya masalah yang terjadi terulang dan mencoreng tujuan
murni pendidikan, sehingga bisa disebut sebagai ‘dosa’.
Kami telah merangkum ‘dosa’ pendidikan di Indonesia yang
diungkapkan oleh Nadiem Makarim, FSGI, dan IGI.
Dosa Pendidikan
Menurut Nadiem
Pada Kamis (20/2), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(Mendikbud), Nadiem Makarim, mengungkapkan tiga dosa dalam pendidikan Indonesia
yang harus segera ditangani.
Dosa yang dimaksud Nadiem adalah kesalahan berulang dalam dunia
pendidikan. Menurutnya, dibutuhkan pembenahan sistem untuk menghapus dosa
tersebut.
“buat saya ada tiga
dosa. Dosa intoleransi, dosa kekerasan seksual, dan dosa bullying
(perundungan). Iini tiga dosa yang buat saya tidak bisa diterima sama sekali,”
kata Nadiem di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (20/2).
Nadiem mengakui bahwa banyaknya aturan yang dikeluarkan
tidak berjalan efektif, sehingga belum ada hasil maksimal.
Nadiem juga menyatakan jika tiga dosa pendidikan tidak mampu
ditangani jika hanya mengandalkan Mendikbud. Ia berharap ada kekompakan
antarlembaga negara dalam mengatasi dosa tersebut.
“bagaimana kita bisa
bukan hanya penguatan karakter, dan mengimbau, dan melatih, tapi juga harus ada
tindakan tegas yang bisa dilakukan di setiap jenjang terhadap tiga dosa ini,”
ucapnya.
Nadiem berjanji akan mencari cara untuk menghentikan tiga
dosa tersebut, namun ia meminta waktu untuk bisa melakukannya.
“penegasan dan
penegakan ini yang benar-benar harus di-push, tapi tolong berikan kamu waktu
untuk menemukan jalan keluarnya. Ini sudah menjadi suatu wabah yang luar biasa
parah, semuanya,” ujar Nadiem.
Dosa Pendidikan
Menurut FSGI
Menurut Wasekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI),
Satriwan Salim, Kemendikbud harus mengatasi masalah terbesar pendidikan, yaitu
guru dan anggaran pendidikan di daerah.
Satriawan mengungkapkan jika pemerintah harus memikirkan
cara untuk meningkatkan kualitas guru. Sebab, jika dilihat dari uji kompetensi
guru, nilai yang diperoleh para guru mayoritas masih belum memuaskan.
“ke depannya
pemerintah harus benar-benar memberikan perhatian pada peningkatan kualitas
guru,” kata Satriawan.
Terkait dengan tiga dosa pendidikan menurut Nadiem
(intoleransi, kekerasan, dan perundungan), Satriawan menganggapnya sebagai
pengaruh dari kualitas guru.
“bagaimana bisa
mencegah radikalisme di sekolah, kalau kapasitas gurunya saja rendah.
Kompetensi guru kita juga masih rendah,” katanya.
Namun demikian, guru tidak sepenuhnya salah. Karena, masalah
besar lainnya adalah pemerintah daerah yang tidak serius menangani masalah
pendidikan dilihat dari anggaran yang dialokasikan kepada bidang tersebut.
Satriawan menjelaskan jika pemerintah daerah saat ini
mengalokasikan dana jauh lebih rendah dari ketetapan Undang-Undang. Menurut UU
1945 pasal 31, anggaran pendidikan alokasinya minimal 20% baik di APBN ataupun
APBD. Namun faktanya, banyak daerah yang mengalokasikan dibawah 10%. Menurut Satriawan,
hal itu merupakan dosa terbesar pemerintah dalam pendidikan karena tidak sesuai
dengan konstitusi.
“pendidikan berkualitas
macam apa yang bisa kita harapkan dari alokasi pendidikan yang Cuma 1,2,3,5
persen itu. Jadi, tambahan dari saya yang lebih dahsyat persoalan dua ini. Inilah
dosa terbesar,” tandasnya.
Dosa Penddikan
Menurut IGI
Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI), Muhammad Ramli
Rahim, mengungkapkan bahwa dosa yang disebutkan oleh Nadiem hanyalah akibat
dari pendidikan yang ada dan bukan akar masalahnya.
“sebenarnya ketiga
dosa besar tersebut hanyalah dampak dari buruknya sistem pendidikan kita,”
kata Ramli.
Menurutnya, dosa yang lebih besar dan lebih murni adalah
buta matematika, gagal literasi, kegagalan pendidikan karakter, pengangguran
alumni SMK, hingga ketidakmampuan berbahasa inggris.
“jeleknya kurikulum,
buruknya tata kelola dan rendahnya kualitas guru menjadi penyebab semua masalah
itu, yang menyebabkan siswa tidak senang belajar dan berujung pada stress,”
kata Ramli.
Ramli menyatakan, bahwa gerakan penuntasan buta matematika,
serta pembekalan guru untuk pengajaran yang lebih menyenangkan akan lebih
membuat siswa senang belajar. Akibatnya, potensi intoleransi, kekerasan
seksualm dan perundungan akan semakin kecil.
“Jadi Pak Menteri,
jangan hanya melihat permukaannya karena di permukaan kita melihat tiga dosa
pendidikan itu, padahal sesungguhnya banyak dosa pendidikan lain yang jauh
lebih serius,” tambah Ramli sebagai penegasan.
***
Setiap ‘dosa’ yang diungkapkan memiliki dasar yang sama,
yaitu masalah pada kurikulum pendidikan Indonesia. Sudah seharusnya dibangun
kurikulum dan regulasi yang mampu mendukung peningkatan kualitas guru dan
murid.
(Editor: Melina Nurul
Khofifah)
0 Komentar