![]() |
Konferensi Pers Kasus Eksploitasi Seksual dan Perdagangan Anak Melalui Media Online (17/2) |
KomnasAnak.com, NASIONAL - Modus kasus eksploitasi seksual dan perdagangan anak terus
berkembang. Penggunaan teknologi dan media sosial membuat masalah ini makin
besar. Ketua KPAI, Susanto, mengungkapkan jika modus eksploitasi seksual dan
perdagangan anak sudah merambah ke dunia siber.
“dulu menggunakan
pola-pola manual, tapi saat ini sudah berbasis siber,” kata Susanto dalam
jumpa pers di Gedung Kementerian Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak
(PPPA), Jakarta, pada Senin, 17 Februari 2020.
Pernyataan Susanto ini dilatari dari beberapa laporan
kejahatan seksual dan perdagangan anak yang diterima KPAI berawal dari
penggunaan ponsel. Anak-anak korban ini umumnya merupakan pengguna media sosial
aktif.
Fakta ini hendaknya menjadi peringatan bagi guru, orang tua,
serta masyarakat untuk bersama mengawasi anak-anaknya. Susanto mengatakan jika
pengawasan dulu dan sekarang berbeda. Dulu dengan meminta anak pulang sebelum
petang sudah mampu memproteksi anak dari bahaya kejahatan. Tapi, media sekarang
tidak mengenal petang dan batas waktu, membuat proteksi dari kejahatan lebih
susah dilakukan.
“tapi saat ini di
rumah belum tentu aman, karena yang bersangkutan (anak) bermain gadget yang
belum tentu literasinya mampu dimengerti oleh anak,” ujar Susanto.
Literasi atau pengetahuan digital hendaknya diberikan kepada
anak. Maka dari itu, orang tua dan guru sekarang jangan sampai gagap teknologi,
sehingga mampu memberikan pendidikan sesuai porsi anak.
Direktur Jenderla Aplikasi Informatika Kemenkominfo, Samuel
Abrijani, mengungkapkan jika diperlukan pengetahuan digital sesuai porsi anak
untuk menangkal kejahatan seksual. Sebisa mungkin anak paham tentang dunia maya
dan media sosial, sehingga anak tidak menjadi korban jaringan perdagangan
manusia.
“era digital ini
memang memberikan kemudahan yang banyak sekali membantu kita, tapi juga banyak
disalahgunakan, maka kuncinya adalah literasi, literasi, literasi,” ujar
Samuel. Penekanan pada literasi menandakan betapa pentingnya pengetahuan
digital.
Kurangnya literasi mampu membuat anak mudah terjebak pada
tipuan di media sosial. Adapun modus tipuan yang paling sering di media sosial
adalah informasi lowongan kerja. Seperti yang dikatakan oleh Kasubdit Renakta
Ditreskrimum Polda Metro Jaya, AKBP Piter Yanottama. Banyak anak-anak yang
dijanjikan untuk bekerja di rumah makan, dan korbannya kebanyakan dari luar
Jakarta.
“untuk saat ini modus
tren kejahatannya (eksploitasi seksual anak) adalah diawali menebar informasi-informasi
menggiurkan terutama soal lapangan kerja di medsos,” ujar Pitter
(Editor: Melina Nurul Khofifah)
0 Komentar