KomnasAnak.com, NASIONAL - Teknologi telah mengubah cara kita menjalani hidup di
berbagai bidang, termasuk pendidikan.
Melalui teknologi, dunia pendidikan mampu meningkatkan kompetensi
pelajar. Terutama di Indonesia yang pelajarnya didominasi oleh generasi Z.
Penggunaan teknologi iinformasi mampu mendukung pelajar untuk menggali sumber
informasi tanpa batasan waktu dan tempat.
Dilansir dari Tempo.co, Kepala Pusat Teknologi dan
Komunikasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Gogot Suharwoto, mengatakan
bahwa pelajar generasi Z yang lahir antara 1995 sampai 2010 bukan lagi
menghadapi lingkungan rumahnya saja. Tetapi masuk menghadapi tantangan
pergaulan masyarakat global.
“Kita itu sudah
masyarakat dunia dan kita enggak nisa hidup sendiri, sehingga mereka harus
punya global society skills,” kata Gogot di Jakarta pada Jumat (7/2).
Dunia pendidikan Indonesia kini didominasi oleh generasi Z. Ini berdasarkan Data Statistik Pendidikan Indonesia 2018/2019, dimana peserta didik Indonesia mencapai 44,9 juta. Dari jumlah tersebut, diketahui jika 71,48% pelajar usia 5-24 tahun adalah pengguna telepn selular. Selain itu, sebanyak 24%adalah pengguna computer dan 53,06% tercatat sebagai pengguna internet. Prosentase ini menjadi gambaran potensi pelajar untuk memanfaatkan teknologi sebagai sarana pembelajaran.
Pada akhirnya, penggunaan teknologi informasi mengubah pola
pembelajaran di sekolah. Menurut Gogot, guru harus mampu mengikuti perkembangan
zaman dengan mempelajari teknologi. Dengan begitu, seorang guru mampu bersikap
adaptif berkolaborasi dengan siswanya. “Peran
guru bergeser, bukan hanya memberi materi, tetapi bisa menjadi penyedia konten
juga,” ujar Gogot.
Gogot menuturkan jika Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
telah berkoordinasi dnegan beberapa komunitas yang bergiat dalam teknologi
pendidikan, seperti Zeniua Education, untuk memetakan kembali karakter pelajar.
Selain itu, menurut Gogot, koordinasi penting untuk
menyelaraskan konten edukasi di berbagai penyedia materi ajar. “Perkembangan anak-anak harus selalu diajarin
bahwa belajar sepanjang hayat. Long life learning itu harus ditanamkan sejak
dini, dan peran guru harus diubah,” imbuh Gogot.
Sebelumnya, pemerintah mengeluarkan sejumlah terobosan dalam
bidang pendidikan. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Anwar Makarim,
mengumumkan agenda utama “merdeka belajar” yang diawali dengan penghapusan
ujian nasional. Agenda tersebut antara lain assesmen siswa yang memberi ruang
bagi guru dan sekolah dalam menilai hasil balajar siswa. Dan asesmen kompetensi
minimum dan survei karakter sebagai pengganti ujian nasional.
Pendiri, sekaligus Chief Education Officer Zenius Education,
Sabda Putra Subekti, mengatakan bahwa pihaknya memiliki banyak kesamaan dengan
kebijakan pemerintah dalam sector pendidikan. Zenius menargetkan pelajar dari
Generasi Z untuk memperbaiki kualitas pendidikan. Sebagai penyedia konten
belajar, Zenius memiliki target utama memperbaiki tampilan materi ajar, seperti
animasi dan konsep materi yang lebih diterima Generasi Z.
“Kami punya standar
kurikulum, tetapi kami prinsipnya mau membuat orang ketagihan belajar
dimana-mana. Konten sama teknologi akan menyatu sehingga menyenangkan,”
ujar Sabda.
Konsep pembelajaran Generasi Z tidak dibuat untuk menghafal
konsep secara cepat. Penekanan pada proses belajar adalah pada nilai ujian
sekolah dan efek kesiapan siswa untuk menghadapi realitas. “The really good education itu bukan kita
ingat materinya, tetapi efeknya pada realitas seumur hidup dan karakternya.
Itu tujuan kami,” kata Sabda.
Adapun pendiri bimbel SMARRT, Riky Riandie, mengatakan
kebijakan pemerintah di berbagai jenjang seperti penghapusan ujian nasional
hingga kuliah lima semester tidak akan berdampak bagi bisnis bimbingan
belajarnya. Menurutnya, pelajar yang didominasi generasi Z tetap akan
menghadapi ujian tulis berbasis computer dan ujian masuk perguruan tinggi, ia
berharap kebijakan ini menjadi angin segar bagi para pegiat konten edukasi di
media sosial.
“saya yakin pasarnya
tetap di online. Kemungkinan mindset orang tua berubah kalau enggak bimbel
nggak apa-apa, padahal nilai rapor juga masih penting,” ujar Riky.
(Editor: Melina Nurul Khofifah)
(Editor: Melina Nurul Khofifah)
0 Komentar