KomnasAnak, NASIONAL - Total kasus kejahatan seksual melalui dunia daring terus
meningkat. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat total pengaduan
kasus pornografi dan kejahatan siber yang menjerat anak-anak mencapai 322 kasus
pada 2014, 463 kasus pada 2015, 587 kasus pada 2016, 608 kasus pada 2017, dan 679
kasus pada 2019.
Pemberlakuan pembatasan sosial yang menyebabkan semua orang
beralih ke media online berpeluang menambah jumlah kasus kejahatan online pada
anak. Ini memunculkan tantangan ekstra bagi orang tua untuk menjaga anak-anak
dari ancaman kejahatan siber.
Laporan yang dikeluarkan oleh UNICEF mengungkapkan risiko
penggunaan internet oleh remaja tanpa pengawasan termasuk juga pornografi,
pelecehan seksual, radikalisme, dan perundungan siber.
Perwakilan UNICEF Indonesia, Debora Comini menjelaskan
remaja menghabiskan lebih banyak waktu online untuk belajar dan berhubungan
dengan teman-teman. Oleh karena itu, penting bagi orang tua membantu anak-anak
remaja menavigasi peluang dan risiko yang dihadapi di dunia maya.
“Orang tua harus berbicara dengan anak remaja teratur
tentang aplikasi dan jejaring sosial yang mereka gunakan, berapa banyak waktu
yang dihabiskan untuk online, bagaimana memastikan pengaturan privasi
dioptimalkan untk menjaga mereka dan data agar tetap aman, serta apakah mereka
pernah mengalami sesuatu saat online yang membuat khawatir,” paparnya.
Komisioner Bidang Pornografi dan Cyber Crime KPAI, Margaret
Aliyatul Maimunah, mengungkapkan banyaknya pengaduan pornografi karena banyak
faktor. Namun, salah satu pemicu utamanya adalah tidak bijaknya menggunakan
media sosial atau mudahnya akses internet melalui gawai.
“Dalam mengakses internet, anak-anak rentan terpapar
berbagai konten negatif seperti pornografi, game online yang bermuatan
kekerasan dan pornografi, informasi hoaks, ujaran kebencian, adiksi gadget,
radikalisme, serta perilaku sosial menyimang,” tuturnya.
Adapun, jenis aduan yang masuk diantaranya anak korban
kejahatan seksual online, anak pelaku kejahatan online, anak korban pornografi
di medsos, anak pelaku kepemilikan media pornografi, dan anak pelaku bullying
di medsos. Sementara itu, kejahatan siber yang paling sering diadukan ke KPAI antara
lain pelaku video pornografi, sexting (chat bermuatan konten pornografi), serta
terlibat dalam grup-grup pornografi.
Kemudian, grooming atau proses untuk membangun komunikasi
dengan seorang anak melalui internet dengan tujuan memikat, memanipulasi, atau
menghasut anak tersebut agar terlibat dalam aktivitas seksual. Selain itu, ada
sextortion, atau pacaran online berjung pemeran, cyber bullying, perjudian
online, video live streaming, dan perdagangan manusia, serta pernipuan online.
“Ini adalah tantangan bagi orang tua dalam mendidik anak di
tengah deras dan cepatnya perkembangan teknologi melalui internet. Untuk itu,
perlu ada kewaspadaan pada ornag tua dalam melindungi anak-anaknya,” sambung
Margaret.
Dia menambahkan pendampigan orang tua dalam penggunaan
ponsel dan internet sangat penting sehingga perlu ada komunikasi dan
kesepakatan antara orang tua dengan anak dalam hal ini.
“Melihat ancaman bahaya tersebut, perlunya antisipasi dalam
melindungi anak-anak dari pengaruh negatif internet dan kejahatan siber. Belum
lagi, adanya ancaman UU ITE bagi anak,” tutup Margaret.
(Editor: Melina Nurul Khofifah)
0 Komentar