KomnasAnak.com, NASIONAL - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang
Puspayoga mengajak guru menghadirkan pembelajaran dari rumah yang proaktif dan
menyenangkan kepada muridnya. Hal tersebut diungkapkan Menteri Bintang melalaui
seminar daring dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional 2020 bertema “Penguatan
Kurikulum dan Perlindungan Anak bersama PPGRI Provinsi Bali”, Sabtu (2/5).
“Melihat berbagai tantangan dalam melaksanakan kebijakan
ini, maka harus dihadapi dengan cara fleksibel dan menyesuaikan kemampuan di
daerah masing-masing. Marilah kita bersama-sama berinovasi dan berkreasi dalam
pelaksanaan belajar dari rumah, misalnya dengan memasukkan permainan sederhana
bagi anak dalam materi pembelajaran agar anak tidak merasa jenuh,” ujar Menteri
Bintang dilansir dari Detik.
Dia menyoroti pentingnya perlindungan anak saat mengakses
internet mengingat banyaknya kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi dan
berkembang ke arah kejahatan siber.
“Menurut data KPAI pada 2017 hingga 2019, jumlah kasus pornografi
dan kejahatan online terhadap anak
baik yang menjadi korban ataupun pelaku mencapai 1.940 anak. Hal ini perlu
menjadi perhatian kita semua, kuncinya adalah pendampingan dari guru dan orang
tua saat anak mengakses internet,” katanya.
Menteri Bintang menekankan keharusan orang tua dan guru
untuk memiliki literasi digital yang baik. Misalkan mengetahui fitur dan aturan
terkait dengan perlindungan anak dalam internet, seperti kontrol orang tua,
situs khusus anak, waktu maksimal bergawai, serta batasan usia dalam penggunaan
aplikasi dan media sosial.
“Anak juga harus dibekali dengan literasi digital sejak
dini, sehingga tahu apa saja hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan di internet.
Hal ini penting karena tugas yang diberikan banyak berkaitan dengan penggunaan
internet,” ungkapnya.
Saat ini, Kementerian PPPA telah membuat berbagai materi
komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) yang ditujukan pada anak serta “tool
tips” agar anak mempunyai aktivitas di rumah yang dapat diakses melaui website
resmi Kementerian PPPA, media sosial Kementerian PPPA, serta portal Gerakan
Berjarak, yaitu gerakan yang diinisiasi oleh Kementerian PPPA untuk penyampaian
informasi pada masa pandemi COVID-19.
“Namun di sisi lain, sejak dulu masalah kekerasan pada anak
di lingkungan sekolah masih sering terjadi,” kata Menteri Bintang.
Tercatat dalam kurun waktu 2011-2019, KPAI melaporkan
terdapat 3.821 anak menjadi korban dan pelaku kekerasan di bidang pendidikan. Sebanyak
574 laki-laki dan 425 perempuan menjadi korban perundungan di sekolah, serta
440 laki-laki dan 326 perempuan menjadi pelaku perundungan di sekolah.
Dia menambahkan tindak kekerasan juga banyak dilakukan
berbagai pihak di sekolah. Sebanyak 44 persen kekerasan terhadap anak di
sekolah dilakukan oknum guru atau kepala sekolah, 30 persen kekerasan terjadi
antarsiswa, 13 persen dilakuakn siswa kepada guru, dan 13 persen dilakukan
orang tua siswa kepada guru.
“Hal ini menunjukkan, evasluasi sistem perlindungan anak di
lingkungan sekolah masih dibutuhkan. Sekolah yang kita anggao sebagai tempat
aman, ternyata berpotensi menempatkan anak pada situasi salah. Tugas besar kita
bukanlah saling menyalahkan dan menghukum pihak yang melakukan kekerasan,
melainkan menciptakan sistem pendidikan yang aman, nyaman, dan harmonis bagi
guru, orang tua, dan siswa,” tegas Menteri Bintang.
Dalam upaya mewujudkan sistem yang harmonis pada satuan
pendidikan, Kemen PPPA telah membentuk dan mengembangkan program Sekolah Ramah
Anak (SRA) dengan prinsip pencegahan dan melakukan penanganan kekerasan
terhadap anak serta penerapan program sekolah aman dari kekerasan dan penerapan
disiplin positif.
Hingga Januari 2019, tercatat 42.013 SRA tersebar di 301
kabupaten/kota di 34 provinsi di Indonesia.
Selain SRA, Kementerian PPPA telah menggagas Pusat
Kreativitas Anak (PKA) untuk memastikan anak mendapat tempat yang terlindungi
pada waktu mereka bermain dan melakukan berbagai aktivitas yang positif, inovatif,
serta kreatif, termasuk turut melestarikan budaya lokal.
Menteri Bintang berharap, PGRI sebagai organisasi profesi
guru terbesar di Indonesia dapat mendorong seluruh pengurus dan anggotanya
berkomitmen hijrah hati menuju sekolah ramah anak.
Dia menuturkan jika hal terssebut dimulai dengan proses
pendisiplinan di sekolah tanpa hukuman/kekerasan, diganti dengan pendisiplinan
melalui pembinaan dan pendampingan serta pertolongan kepada anak.
“Selamat Hari Pendidikan untuk para anggota PGRI di seluruh
Indonesia. Terima kasih atas pengabdiannya untuk mendidik anak-anak Indonesia
selama ini. Mari bersama-sama kita bersinergi agar seluruh anak Indonesia menjadi
anak yang berkualitas menuju cita-cita Indonesia Layak Anak (Idola) 2030 dan
Indonesia Emas 2045, yaitu menjadi anak cerdas, kreatif, peduli, dan memiliki
sikap kepemimpinan,” tutup Menteri Bintang.
(Editor: Melina Nurul Khofifah)
0 Komentar