KomnasAnak.com, NASIONAL - Pengamat kebijakan meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) agar
memperhatikan masalah gizi pada anak Indonesia di masa pandemi COVID-19. Sebab status
gizi yang buruk diduga menjadi salah satu sebab tingginya tingkat kematian anak
positif virus corona di Indonesia.Ilustrasi anak makan makanan bergizi (Foto: Hello Sehat)
“Para pejabat yang menangani masalah gizi anak di Indonesia
harus ikut bertanggungjawab terhadap tingginya angka kematian anak akibat
COVID-19 karena masalah gizi buruk anak Indonesia dianggap menjadi salah satu
faktor penyerta yang meningkatkan resiko kematian ini,” kata pengamat kebijakan
publik Agus Pambagio mengutip dari Republika, Minggu (14/6).
Agus menambahkan para pejabat Kemenkes yang menangani gizi
anak agar bersikap serius dan memiliki sense
of crisis karena jika tidak maka akan ada lebih banyak anak meninggal
karena terpapar COVID-19.
Pemantauan gizi anak, lanjut Agus, terganggu akibat
terhentinya aktivitas posyandu karena penyebaran virus corona. Maka dari itu, Kemenkes
harus membuat terobosan sebagai otoriras kesehatan di Indonesia. Menurut Agus,
pemantauan melalui grup Whatsapp seperti yang slama ini dilakukan tidak cukup.
Sementara itu, pengamat dan aktivis kesehatan Dr Tubagus
Rachmat Sentika mengkritisi kurangnya infrastruktur regulasi di Kemenkes dalam
penanganan masalah stunting secara
menyeluruh. Karena implementasi aturan tentang tata laksana gangguan gizi
akibat penyakit melalui Permenkes 29 tahun 2019 masih belum berjalan baik.
“Aturan tersebut jelas sekali menyebutkan bahwa penanganan
stunting harus dilakukan melaui survailans dan penemuan kasus oleh Upaya
Kesehatan Masyarakat (UKM) dan selanjutnya bila ditemukan ganggguan gizi, baik
gizi buruk, gizi kurang kurus, alergi, atau masalah medis lainnya, harus
diberikan pangan khusus medis khusus (PKMK),” kata Rachmat.
Menurut Rachmat, ada beberapa hal yang menyebabkan anak
terhambat mendapatkan PKMK sesuai denan Permenkes 29 tahun 2019.
Pertama, kurangnya
persamaan persepsi antarpemangku kepentingan. Kedua, belum dilaksanakannya tata laksana oleh pemerintah pusat dan
daerah. Ketiga, sumber daya yang terbatas
karena dilakukan pemfokusan ulang (refocusing).
“Kemenkes harus memastikan lokasi keberadaan anak dengan
gizi buruk dan kurang akibat penyakit, memastikan ketersediaan PKMK, serta
semua petugas kesehatan memahami sinergitas antara upaya kesehatan masyarakat
(UKM) dan upata kesehatan perorangan (UKP), serta sistem rujukan terintegrasi
dan dari sisi pembiayaannya,” kata Rachmat.
0 Komentar