KomnasAnak.com, NASIONAL - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
(Kemen PPPA) mengimbau agar orangtua mengajarkan nilai-nilai kesetaraan
terhadap anak sejak dini. Pengajaran ini
dapat melalui pola pengasuhan di keluarga sehingga mampu membangun ketahanan
keluarga dan menghindarkan anak dari diskriminasi dan kekerasan.Ilustrasi keluarga dengan nilai kesetaraan (Foto: Republika)
“Sejak dini setiap anak memainkan peran gender sesuai dengan
pengalaman mereka sehari-hari, mereka belajar banyak dengan melihat apa yang
dilakukan oleh orangtuanya. Oleh karenanya, pembelajaran mengenai kesetaraan
gender menjadi tanggung jawab orang tua di rumah. Kesetaraan dalam pengasuhan
di keluarga dapat dibangun dengan adanya akses, partisipasi, dan kontrol antara
suami, istri, dan anak, serta manfaat yang setara,” ujar Deputi Bidang Tumbuh
Kembang Anak Kemen PPPA, Lenny N. Rosalin.
Imbauan tersebut disampaikan oleh Lenny dalam Webinar
Pendidikan Kesetaraan Sejak Dini dalam Pengasuhan di Keluarga yang diselenggarakan
oleh Kemen PPPA pada Jumat, 3 Juli 2020.
Lenny menambahkan, nilai kesetaraan dalam keluarga saat
proses pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus anak dapat dilakukan melalui pemenuhan
hak sipil (akta kelahiran), akses pendidikan yang sama, pendampingan dalam mengakses
teknologi, pemberian ruang untuk menyampaikan pendapat, memberi hak
berorganisasi, dan mandapat pengasuhan dengan kasih sayang.
Sementara itu, Tenaga Ali Utama Kedeputian V Kantor Staf
Presiden (KSP), Siti Ruhaini Dzuhayatin mengatakan bahwa kesetaraan dalam pengasuhan
anak selaras dengan perspektif agama dalam menempatkan posisi laki-laki dan
perempuan. Terutama untuk memberikan pengasuhan dan pemberian hak dasar yang
sama.
Namun, masih ada beberapa tantangan dalam penerapan
pengasuhan keluarga berkesetaraan gender berperspektif agama. Pertama, belum mengerti seberapa besar
hak anak, termasuk keyakinan dan kontrol
terhadap tubuh sendiri. Kedua, cara
sinkronisasi nilai agama dengan nilai sosial dan instrument internasional. Ketiga, kebutuhan akan perspektif yang
gender balance dalam memahami pengasuhan anak dalam agama.
Proses pengasuhan pada anak juga harus menanamkan nilai
kesetaraan pada disiplin positif anak. Spesialis Perkembangan Anak ChildFund
International, Fitriana Herarti mengatakan bahwa orangtua harus menempatkan
peran ibu sama dengan peran ayah dalam membangun disiplin positif.
“Ingat, ibu bukanlah wakil dari ayah, begitu pun sebaliknya.
Baik ibu maupun ayah merupakan sosok yang memiliki kekuatan yang sama dalam
prose pengasuhan. Penerapan disiplin positif juga harus bertumpu pada pembuatan
aturan positif dan mengenalkan anak tentang konsekuensi dari perilakunya. Anak dan orangtua akan
menentukan konsekuensi ketika ada perelaku yang dilanggar, dengan demikian seak
awal partisipasi anak telah dibangun dalam interaksi komunikasi orangtua dan
anak. Hal ini dapat membuat anak mampu berpendapat dan punya hak di dalam
sebuah keluarga,” tutur Fitriana.
Selain memberi pengasuhan, keluarga juga wajib menjadi
tameng utama bagi anak dari ancaman kekerasan. Namun faktanya, Catatan Tahunan
2020 Komnas Perempuan menyatakan kasus kekerasan terhadap anak perempuan berupa
inses sebesar 770 kasus.
Dosen Magister Ketahanan Nasional Universitas Indonesia,
Margaretha Hanita mengatakan hal ini menunjukkan bahwa perempuan sejak usia
anak sudah dalam situasi tidak aman dalam kehidupan, bahkan oleh orang terdeja
dalam keluarganya.
“Kekerasan dalam rumah tangga tidak hanya terjadi pada istri,
tapi juga terhadap anak. Hal tersebut karena sebagian besar pelaku kekerasan
terhadap anak berada dalam lingkup keluarga, mulai dari ayah, paman, dan kakek.
Oleh karenanya, penting untuk menegakkan hukum terhadap kekerasan anak dalam
keluarganya. Ketika pelaku kekerasan terhadap anak berasal dari lingkup
keluarga harus dilawan dan dihukum, jangan dimaklumi. Oleh karenanya, harus
dibangun pengasuhan yang aman bagi seluruh anggota keluarganya,” jelas
Margaretha.
0 Komentar