KomnasAnak.com, NASIONAL - Proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) banyak menimbulkan
polemik di masyarakat. Terutama adanya aturan usia di berbagai daerah, termasuk
di DKI Jakarta.Aksi Unjuk Rasa Menolak PPDB DKI Jakarta di Kantor Kemendikbud (Foto: CNNIndonesia)
Pengaturan usia pada PPDB membuat banyak anak usia lebih
muda tidak diterima. Beberapa orang tua murid bahkan mengadakan aksi demo
menuntut agar PPDB dibatalkan.
PPDB DKI Melanggar Hak Perlindungan Anak
Permintaan agar PPDB dibatalkan juga datang dari Komisi Nasional
Perlindungan Anak (Komnas PA) sendiri. Komnas PA menilai PPDB DKI telah
melanggar peraturan yang ada. Menurut Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait, juknis
PPDB DKI melanggar hak perlindungan anak.
“Satu kata saja sebenarnya, batalkan PPDB 2020. Kalau kita
merujuk penyelenggaraan pendidikan baik yang diatur konstitusi, bahwa
penyelenggaraan pendidikan itu didasarkan non-diskriminasi. Jadi kalau
dikaitkan dengan juknis (petunjuk teknis), itu (PPDB DKI) sudah melanggar
aturan,” kata Arist, di DPD Partai Golkar, Jalan Pegangsaan Barat, Jakarta
Pusat, Rabu (1/7).
“Dikatakan education
for all tidak ada batasan usia. Ternyata juknis kita justru
membeda-bedakan, tetapi melanggar sistem pendidikan nasional. Undang-Undang perlindungan
anak menyebutkan setiap anak ada hak perlindungan non-diskriminasi. Apa yang
dilakukan Pemda DKI melalui keputusan atau juknis Kadisdik itu melanggar
perlindungan anak,” ujar Arist.
Lebih lanjut, Arist mengatakan PPDB DKI melanggar Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 44 Tahun 2020. Salah satu
yang dilanggar, kata Arist, adalah soal aturan kuota zonasi.
“Permendikbud-nya sudah benar. Karena dia memprioritaskan
siswa baru berdasarkan zonasi dan jarak. Bukan usia. Itu diatur pasal 25 ayat 1
tapi itu dilanggar. Juknis-nya DKI Jakarta justru lebih rendah di peraturan
menteri yang harusnya dia tidak boleh kurang dari 50 persen. Tapi 40 persen. Itu
juga dilanggar, Permendikbud 44 Tahun 2019,” ujar Arist.
Arist mengungkapkan aturan lain yang dilanggar Disdik DKI
adalah soal syarat seleksi usia yang menjadi prioritas. Padahal kata Arist,
dalam Permendikbud Nomor 44 Tahun 2020, jarak seharusnya menjadi syarat yang
utama.
“Juknis berikutnya juga mengatur zonasi adalah jarak,
sekarang yang di pertimbangan utama lompat ke pasal 25 ayat 2, usia. Melanggar Permendikbud,”
ujar Arist.
Menurut Arist, PPDB DKI 2020 melanggar Permendikbud Nomo 44
Tahun 2020. Dia pun meminta agar peraturan PPDB dibatalkan.
“Oleh karena itu setiap aturan di bawah yang melanggar ketentuan
diatasnya itu dibatalkan. Oleh karena itu tidak perlu didiskusikan lagi,
batalkan. Itu sikap Komnas Perlindungan Anak,” tutup Arist.
Pembatalan PPDB Ancam
Hak Pendidikan Anak Usia Tua
Pengamat pendidikan dari Center of Education Regulations and
Development Analysis Indra Charismiadji berpendapat pembatalan PPDB DKI Jakarta
tidak memecahkan masalah aturan usia.
Indra menilai pembatalan PPDB berpeluang memunculkan masalah
baru. salah satunya mengambil hak pendidikan anak berusia tua dan sudah lolos
PPDB DKI.
“Sekarang anak-anak yang usianya tua terus mau enggak sekolah?
Apa mereka enggak punya hak mendapat pendidikan?,” kata Indra kepada
CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Rabu (1/7).
Dia berkata anak usia tua yang baru akan memasuki SMP atau
SMA merupakan dampak dari angka partisipasi murni (APM) atau presentase jumlah
anak yang sekolah masih rendah. Rendahnya APM dipengaruhi oleh angka putus
sekolah di Indonesia yang masih tinggi.
Indra menjelaskan anak yang putus sekolah banyak berasal
dari kalangan menangah ke bawah. Nilai sekolah anak-anak tersebut rendah karena
minim fasilitas di rumah.
Dengan nilai rendah mereka kesulitan mengakses sekolah
negeri karena sistem PPDB berdasarkan nilai. Anak-anak tersebut akhirnya putus
sekolah lantaran tak mampu membayar sekolah swasta.
Sebaliknya, menurut Indra, kebanyakan siswa yang punya nilai
tinggi dari ekonomi menengah ke atas, karena memiliki fasilitas pendukung untuk
belajar. Dengan PPDB sistem nilai, mereka lebih berpeluang masuk.
“Banyak anak yang selama ini enggak sekolah. Banyak anak
miskin yang selama ini harus mengalah sama orang kaya untuk sekolah. Kalau dengan
kebijakan sekarang, itu anak miskin akan diberikan akses sekolah gratis,”
ujarnya.
Di samping itu, dia mengatakan sistem zonasi pada PPDB salah
satu tujuannya untuk menghilangkan bentuk sekolah unggulan. Dia mengumpulkan
siswa pintar dalam satu sekolah dan sebaliknya tidak mendorong perbaikan
kinerja pendidikan.
0 Komentar