KomnasAnak.com, NASIONAL - Permasalahan baru muncul pada anak akibat penyelenggaraan
Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Sebanyak empat laporan percobaan bunuh
diri yang dilakukan oleh anak karena tidak lolos ke sekolah negeri impian dalam
PSBB diterima oleh Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).Ilustrasi anak yang sedang stres (Foto: Liputan6)
Psikolog dari Universitas Pancasila (UP), Aully Grashinta,
menuturkan bahwa rasa kekecewaan akibat impian yang tidak tercapai membuat anak
melakukan percobaan bunuh diri.
“Anak kecewa lantaran merasa sesuatu yang diinginkan tidak
tercapai,” ujar Aully saat On Air di Radio PRFM 107.5 News Channel, Selasa (30/6).
Aully mengatakan masalah ini lahir akibat perubahan sistem
PPDB. Tidak lolosnya anak ke sekolah tujuan terjadi karena berbagai faktor
seperti nilai yang tidak cukup, rumah tinggal yang terlau jauh dari sekolah,
hingga aturan usia di beberapa wilayah termasuk DKI Jakata.
Menurut Aully, saat ini masyarakat masih berpedoman pada
nilai dan angka, bukan pada proses belajar.
“Sebagian besar kita mendidik anak untuk menghargai angka,
skor, bukan menghargai proses belajarnya,” kata Aully.
Padahal, tambah Aully, hal penting yang harus diterapkan di
jenjang pendidikan dasar mulai SD, SMP, dan SMA, adalah target pendidikan
karakter, bukan target angka.
Ketika UN dihapus dan angka tidak lagi menjadi penilaian
utama, disini terjadi perubahan yang tidak mudah diterima orangtua dan anak.
Sehingga harus ada pemahaman yang diluruskan dan perubahan pemikiran tentang sekolah
favorit.
“Sebaiknya harus diluruskan pemahaman orangtua bahwa yang
penting adalah belajar bukan sekolahnya. Orangtua harus memberikan alternatif
yang membuat anak jadi mengalihkan perhatian daripada sekedar kegagalan,”
katanya.
Agar anak tidak stres, dia bilang orangtua harus membangun optimism.
Orangtua juga harus memberikan alternatif bilamana anak tidak diterima di
sekolah tujuan.
“Bilang ke anak ‘kamu gapapa tidak di negeri (sekolah
negeri), kita bisa sekolah yang ini, atau homeschooling,’
jadi harus memberikan alternatif,” katanya.
1 Komentar
Mengenai PPDB akibat kesalahan karena jalur Zonasi dihitung berdasarkan Umur, dan pihak yg salah tetap ngeyel tidak mau diulang padahal sudah jelas terjadi penyimpangan dalam melaksakan PPDB. Sebelum tambah kacau dan ruwet, karena akan ada tambahan kuota dengan Bina RW bgaimana lagi itu, sedangkan satu kelurahan aja belum tentu selalu ada sekolah SMA dan SMP apalagi RW...??
BalasHapusTambah kesini tambah parah ini kebijakannya ..
Saya harapkan diulang saja karena ini ada kesalahan dalam melaksanakan PPDB dr awal, kalau tetap ngeyel saya setuju langsung Di PTUNKan saja penyelengara yg melakukan kesalahan.
Karena kesalahannya sangat mendasar, dibelahan dunia manapun TDK ada penyaringan sekolah mensyaratkan umur...
Ini adalah bentuk dari arogansi pajabat padahal sudah salah dr awal tetap TDK mau diulang ..