Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Direktur Lokataru Haris Azhar (Foto: Suaracom)
KomnasAnak.com, NASIONAL - Demonstrasi menolak UU Cipta Kerja yang sering berakhir
dengan kericuhan dan melibatkan anak-anak menjadi perhatian serius berbagai
pihak. Namun sayangnya tidak semua orang paham akan bahaya kericuhan pada anak
dan upaya perlindungan anak.
Peristiwa perdebatan sempat terjadi antara Gubernur Jawa
Tengah dan Direktur Lokataru Haris Azhar dalam program acara Mata Najwa, Rabu
(4/11) malam. Lantaran beda pendapat soal anak dalam demonstrasi.
Ganjar mengatakan anak-anak umumnya tidak tahu alasan dari
demo tersebut. Dirinya mengaku resah dan ingin melindungi anak-anak dari
menjadi korban aksi anarkis dalam demonstrasi.
“Pelajar hanya iseng. Hampir semua sama jawabannya. Tapi ada
orangtua wali murid yang mengatakan dapat grup WA. Maka kemudian mereka tergerak
lewat grup WA ini,” terang Ganjar.
“Kalau ada anak-anak di situ kan bisa jadi korban,” imbuh
Ganjar.
Ganjar juga menyoroti informasi informasi dari seluruh
Indonesia bahwa demonstrasi memiliki pola mirip yang intinya merobohkan pagar.
Soal cara mengidentifikasi demonstran, Ganjar mengaku tidak
memiliki skill intelejen sehingga ia hanya menilai dari pola demonya.
“Gampang saja, saya membaca bahwa di situ kemudian ada pilok
pertama, terus kemudian ada lempar lampu, terus mecahin batu bata, maka pada
saat itu ini pasti sudah skenario ricuh, begitu saja,” terangnya.
Namun, pemaparan Ganjar tersebut mendapat bantahan dari
Haris Azhar yang menilai pelajar seharusnya diberi ruang untuk melakukan demonstrasi.
“Saya mau bilang, anak remaja punya hak. Greta yang memimpin
gerakan climate change, yang sampai dia pidato di depan PBB, tapi dia juga
pakai celana pendek muter di mana-mana, itu juga anak kecil,” tegas Haris.
Haris menambahkan, Indonesia telah menandatangani konvensi
hak anak. oleh karena itu, penandatanganan tersebut bisa jadi rujukan untuk
menyusun peraturan perundang-undangan untuk melindungi anak-anak.
Soal pilok, tambah Haris, bukanlah sebuah kejahatan
melainkan pelanggaran umum.
“Jadi menuduh anak-anak melakukan kejahatan, dituduh anarko,
berbagi WA, memangnya berbagi WA apa yang salah?,” ujarnya.
Dari pernyataan Haris memang tidak salah untuk memberikan
ruang demokrasi pada anak. Namun, aspek perlindungan anak harus tetap diperhatikan.
Sebab anak khususnya remaja belum mengerti betul tentang perlindungan bagi
dirinya sendiri.
Demonstrasi dalam konteks Gubernur Ganjar adalah yang
berakhir dengan kericuhan. Dimana anak sangat besar resiko menjadi korban,
sehingga keterlibatan anak perlu dicegah.
Pemberian ruang demokrasi bagi anak bukanlah melalui demo
yang berujung anarki. Namun lebih kepada forum diskusi penyampaian pendapat. Seperti
contoh yang diungkapkan oleh Haris, Greta, anak Indonesia juga seharusnya
diarahkan untuk berdiskusi secara damai.
(Editor: DM)
0 Komentar