KomnasAnak.com, JAWA TENGAH - Pemerintah Provinsi Jawa Tengah terus mensosialisasikan program Jo Kawin Bocah dengan menggandeng banyak pihak. Diharapkan jumlah perkawinan usia anak dapat ditekan melalui program ini.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak
Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Jateng, Retno Sudewi
mengatakan, pihaknya telah meluncurkan program Jo Kawin Bocah pada 20 November
2020 lalu.
Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat dalam melakukan upaya pencegahan perkawinan usia anak di Jawa
Tengah. Serta meningkatkan kemampuan masyarakat dalam pemenuhan hak dan
perlindungan anak dalam mencegah perkawinan usia anak.
Selain itu, Jo Kawin Bocah bertujuan untuk memenuhi hak anak
dalam kelompok rentan aga tidak dinikahkan, serta mendorong terpenuhinya hak
dan perlindungan anak yang sudah dinikahkan.
“Gerakan Jo Kawin Bocah diharapkan didukung oleh stakeholder
yang melibatkan unsur pentahelix. Ada pemerintah, akademisi, dunia usaha, media
massa, dan komunitas,” ujar Retno dalam webinar pencegahan perkawinan anak dan
kekerasan perempuan, dikutip dari situs resmi Pemprov Jateng, Jumat (11/12).
Ia mengatakan, program Jo Kawin Bocah merupakan
pengaplikasian amanah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 yang mencantumkan batas
minimal usia menikah bagi laki-laki dan perempuan adalah 19 tahun.
Ktua Badan Kerjasama Organisasi Wanita (BKOW) Provinsi Jawa
Tengah Nawal Nur Arafah mengatakan, pihaknya terus mendukung upaya pencegahan
perkawinan anak dan kekerasan terhadap perempuan.
“Pemprov, BKOW, menyusun strategi pencegahan perkawinan anak
dan kekerasan terhadap perempuan. Sehingga upaya penurunan perkawinan anak bisa
terjadi,” katanya.
Pemberian dispensasi menikah sebenarnya telah ada dalam
PERMA Nomor 5 tahun 2019 tentang pedoman mengadili perkara dispensasi kawin. Tetapi
sinergi tetap diperlukan guna mengimplementasikan peraturan ini.
Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Agama Semarang, Domiri
mengatakan, pembentukan PERMA tersebut bertujuan untuk memberikan kepentingan
terbaik bagi anak. Dalam hal ini, pengadilan dapat memberi dispensasi kawin. Namun
belum ada aturan tegas dan rinci mengenai progress mengadili permohonan
dispensasi nikah anak.
Celakanya, pernikahan usia anak tak jarang menyebabkan kekerasan
bagi perempuan. Nur Laila Hafidhoh dari Legal Resources Center untuk Keadilan
Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC KJHAM) mencatat, banyak kasus kekerasan terhadap
perempuan yang terjadi akibat melakukan perkawinan usia anak.
Laila mencontohkan, M warga Semarang melakukan pernikahan
anak dan mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Ada juga IS dari Kendal yang
melakukan perkawinan anak dan megalami KDRT hingga human trafficking.
(Editor: Melina)
0 Komentar